Wednesday, June 22, 2011

Hans Christian Andersen

”Serdadu Timah yang Teguh, Anak itik Buruk Rupa, Putri Sejati, Gadis Korek Api, dll” semua cerita dongeng hasil karyanya memang banyak yang dikenal orang. Tapi siapa sangka, kisah hidupnya justru tragis dan tidak seindah kisah-kisah dongengnya.

Jatuh cinta pada dongeng
Hans Christian Andersen lahir dikawasan kumuh kota Odense, yang terletak di pulau fenen, Denmark bagian selatan, pada 2 april 1805. Ayahnya, Hans Andersen adalah seorang pembuat sepatu yang miskin yang merasa dirinya masih keturunan bangsawan. Sedangkan ibunya Anne Marie Andersdatter, bekerja sebagai buruh cuci. Meski besar dalam lingkungan yang miskin sejak kecil, sejak kecil H.C Andersen sudah mengenal berbagai cerita dongeng. Ia juga akrab dengan pertunjukan sandiwara. Kendati tidak mengenal bangku sekolah dan percaya takhayul, sang ibu membuat H.C Andersen kenal dengan cerita-cerita rakyat. Dikemudian hari H.C Andersen sempat melukis sosok sang ibu dalam berbagai novelnya. Misalnya “Hun Dude ikke”. Sayang sang ibu menjadi seorang pemabuk berat sebelum wafat 1833 di sebuah panti jompo. Dan ayahnya yang juga pencinta satra, pemikir dan tidak cepat puas dengan nasibnya, selalu berusaha untuk mendidik H.C Andersen dengan baik. . ayahnya kerap membawa Hans menonton pertunjukkan sandiwara, dan mempunyai beberapa buku yang dengan senang hati dibacakan kepada anaknya. Dalam otobiografi-nya, the true story of my life yang terbit pada tahun 1846 H.C Andersen mnulis, ayah memuaskan semua dahagaku ia seoleh hidup hanya untukku, setiap minggu ia membuat gambar-gambar dan membacakan cerita-cerita dongeng. Hanya pada saat-saat seperti inilah aku melihat dia begitu riang, karena sesungguhnya ia tak pernah bahagia dalam kehidupannya sebagai seorang pengrajin sepatu. Sikap dan pengalaman dari orang tua itulah yang membuat H.C Andersen tertarik dengan dunia mainan, cerita, dan sandiwara. Pada tahun 1816 ayah Hans Christian Andersen meninggal.

Jadi pemain sandiwara
Pada tahun 1819, diusia 14 tahun, ia pindah menuju ibukota Denmark, Kopenhagen. Disana ia berharap menjadi seorang actor, penyanyi, atau penari. Tiga tahun di kota itu, ia mnjalani kehidupan yang sulit. Awalnya Hans Christian Andersen sempat berhasil bergabung dengan Royal Theater. Namun ketika suaranya berubah karena masa pubertas, ia terpaksa meninggalkan peran sebagai actor dan penyanyi. Ia merasa lebih tepat sebagai penyair. Hans Christian Andersen mencoba menjadi seorang penulis sandiwara, tapi sayang semua karyanya di tolak dimana-mana.

Bertemu Raja
Akhirnya Hans Christian Andersen menemukan kalau dirinya lebih berbakat sebagai penulis naskah-naskah sandiwara dan sajak-sajak serta membuat sketsa-sketsa. Pada masa-masa sulit itulah ia bertemu dengan raja Denmark, Frederick VI, yang tertarik dengan penampilannya. Raja kemudian mengirimkan Hans Christian Andersen untuk bersekolah. Berkat kebaikan Raja, Hans Christian Andersen berkesempatan mengenyam pendidikan disebuah sekolah bahasa di Slagelse Elsinore hingga 1927. Sebelum sekolah ia sempat menerbitkan karyanya jilid pertama berjudul “The Gost at Palnotoke’s Grave” (1822).
Di bangku sekolah, Hans Christian Andersen termasuk siswa tertinggal, lagipula dia menjalaninya dengan setengah hati. Menurutnya, masa sekolah adalah masa-masa gelap dan menyakitkan dalam hidupnya. Ia merasa sangat tidak nyaman berada ditengah-tengah siswa enam tahun lebih muda dari dirinya.
Setamat dari sekolah bahasa, Hans Christian Andersen melanjutkan studi ke universitas Kopenhagen.
Salah satu direktur Royal Theater, Jonas Collin, mendesak dia untuk menjalani pendidikan sampai tamat dan dia juga yang membiayai Hans Christian Andersen. pada tahun 1828 Sambil kuliah H.C Andersen menulis kisah perjalanan yang berjudul “Fodreise fra Holmens Kanal Til Ostpynten of Amager”. Kisah ini mendapat sambutan yang luar biasa.
dia juga membuat puisi yang berjudul “The Dying Child”, dan juga pada tahun 1829, Royal Theater juga mementaskan drama music karya H.C Andersen.
Dia juga menuangkan kisah pribadinya dalam kumpulan puisi berjudul “Phantasier og Skisser”, saat jatuh cinta pada Riborg Voigt. Namun sayang Riborg Voigt menikah dengan lelaki lain pada tahun 1831.

Melakukan perjalanan
Pada tahun 1831 H.C Andersen memulai perjalanannya ke luar negeri, dan tahun 1833 Raja Frederick VI bersedia membiayai seluruh perjalanan Andersen ke Perancis, Swedia, Spanyol, Portugal, Italia bahkan sampai ke timur tengah. Dan ketika melawat ke Perancis H.C Andersen bertemu dengan Victor Hugo, Alexandre Dumas, Heinrich Heine dan Balzac. Di tengah perjalanan pajang ini pula ia sempat menyelesaikan penulisan “Agnette and the Merman”. Pada tahun 1835, novel pertama H.C Andersen terbit dan meraih sukses besar. Sebagai novelis ia membuat terobosan lewat buku “The Improvisatore” karya yang di tulisnya pada tahun yang sama. Sejak buku ini terbit, masa-masa sulitnyamulai berubah, sepanjang tahun 1835, ia meluncurkan tujuh cerita dongeng yang disusun jauh hari sebelumnya.
Hingga akhir hanyatnya H.C Andersen tidak pernah menikah. Rasa minder dan rendah diri ia mengalami kesulitan untuk menjalani hubungan dengan wanita. Tapi justru gara-gara pengalaman ini ia trinspirasi menulis dongeng yang terkenal “Anak itik Buruk Rupa".
meski punya masalah dengan rendah diri ia termasuk orang yang religius. Beda dengan ayahnya yang Atheis . baginya Kristus adalah Guru besar dan model bagi kemanusiaan, serta memandang alam ini sebagai Gereja universal dari Tuhan. Salah satu ayat favoritnya adalah Matius 18:3 “…Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini kamu tidak akan masuk kedalam kerajaan Sorga”. Ayat ini kemudian menjadi pesan utama dari dongengnya yang berjudul “The Snow Queen” kehidupan lajangnya juga tidak lepas dari godaan seks bebas.dalam buku hariannya ia menyatakan, “ingin seperti orang lain”, melakukan hubungan seks dengan paksa. Namun hati nuraninya tidak mengijinkan. Bahkan sewaktu di paris tahun 1866-1868, dalam beberapa kesempatan ia pergi ke tempat pelacuran dengan teman-teman perjalannya, untuk melihat-lihat wanita telanjang. Namun keinginan untuk menjaga dirinya supaya tidak berdosa sangat kuat. Akhirnya, dia hanya melakukan percakapan yang sopan dengan wanita tunasusila di tempat pelacuran di Prancis itu. Ia sangat ketakutan untuk berbuat lebih jauh. Dan semua itu karena H.C Andersen benar-benar takut akan Tuhan.

Perjalanan Terakhir
Pada tahun 1872, Setelah berkelana lagi di Paris, H.C Andersen jatuh sakit. Beberapa penyakit menggerogoti dia. Selama tiga tahun terbaring tanpa daya di Rolighet dekat Kopenhagen.
Dan pada tahun 1875, H.C Andersen melakukan perjalanannya yang terakhir yaitu ke Swiss, dan pada tanggal 4 Agustus 1875, H.C Andersen wafat, ia di makamkan di pemakaman khusus Kopenhagen. Upacara penguburannya diadakan di Katedral Kopenhagen pada 11 Agustus 1875, dihadiri oleh banyak orang dan mendapat penghormatan resmi dari Negara.

No comments:

Post a Comment