Tuesday, November 3, 2009

Sekolah Minggu di dalam Dapur

inilah cerita bagaimana dua belas anak laki-laki inggris, yang berkumpul dalam sebuah dapur, sudah bertumbuh menjadi suatu gerakan yang besar dengan 60 juta orang anggotanya di seluruh dunia.
pada akhir kebaktian di gereja di kota Gloucester-Inggris, semua jemaat sedang pulang ke rumah mereka masing-masing untuk makan siang, Robert Raikes seorang saudagar yang kaya raya dengan seorang wanita yang sudah lanjut usia pulang dari gereja menaiki sebuah kereta yang indah tiba-tiba segerombolan anak-anak berlalu di hadapan mereka, dan Robert Raikes mengatakan apa yang akan terjadi kelak di negeri Inggris ini dengan gerombolan-gerombolan liar seperti ini di setiap pelosok negeri?
"tuan Raikes" siapa yang harus di salahkan atas kelaluan mereka itu? kawan seperjalanannya menyanggah dengan tajam, 'mereka tidak tau aturan, sebab mereka miskin dan bodoh, tidak ada yang mengajarkan hal-hal baik kepada mereka.
tanya tuan Raikes "bukankah ada sekolah-sekolah untuk orang miskin mereka tidak belajar di sekolah itu?" jawab wanita itu "mereka tak dapat pergi ke sekolah sebab mereka harus bekerja di pabrik peniti selama 12 jam sehari selama 6 hari dalam satu minggu.
Robert Raikes diam sejenak, ia harus berpikir dulu, ia sudah banyak menghabiskan waktu dan uangnya untuk memperbaiki nasib orang tahanan, tapi dari anak-anak ini yang dibesarkan di pingir-pingir jalan kota, akankah kelak mereka menjadi penghuni-penghuni penjara?
haruskah saya, ia berpikir, mulai mencurahkan waktu dan tenaga untuk mencegah anak-anak muda ini menjadi penjahat di kemudian hari?
Robert Raikes seorang saudagar, seorang pengusaha surat kabar dan seorang kristen yang saleh adalah orang yang selalu bertindak cepat. ia mengambil keputusan pada hari minggu itu juga untuk membuka sebuah sekolah bagi anak-anak nakal itu.
beberapa kawannya menertawakan usahanya ini, mereka menyebutnya sebagai sekolah compang-camping.
tetapi pada hari berikutnya ia pergi menemui seorang ibu yang sudah membuka sekolah di dapurnya. rumahnya bukan di bagian kota yang baik dari kota gloucester, melainkan di bagian Scooty Alley yang disebut Gang Jelaga.
saya ingin, demikian ia mulai pembicaraannya, agar ibu mengajar menulis dan membaca kepada sekelompok anak-anak laki-laki yang buta huruf. mereka bekerja sepanjang minggu: jadi, kita harus mengajar mereka pada hari minggu saja. tentu ibu akan menggunakan Alkitab sebagai buku pelajaran. untuk jerih payah ibu saya akan membayar.
Hemm! ibu itu berseru. "tuan tidak akan berhasil membawa mereka ke sini pada satu-satunya hari libur bagi mereka, apalagi ia menambahkan " kalau disuruh membaca Alkitab" bukankah itu sifat anak-anak itu?.
kata Raikes "coba kita lihat saja".
diluar harapan semula, anak-anak itu menyambut dengan penuh semangat, kesempatan untuk belajar membaca dan menulis. dengan setia mereka hadir. kemudian Raikes mempekerjakan seorang guru lagi, kemudian seorang lagi, sehingga akhirnya mempunyai lima buah "sekolah di dalam dapur" di kota gloucester itu.
Pendiri “sekolah compang-camping” ini menganjurkan agar anak laki-laki (kemudian anak perempuan), bila datang kesekolah, harus bersih dan rapi. Mereka diharuskan menghadiri kebaktian sebelum dan sesudah jam pelajaran. Ia memberikan hadiah-hadiah kepada mereka yang berkelakuan baik: sepasang sepatu, dan sebuah Alkitab yang baru. Tetapi rupanya mereka dating ke sekolah bukan karena hadiah itu, tetapi karena mereka menyukainya. Demikian juga guru-gurunya. Robert mencita-citakan pada suatu hari kelak, guru-guru itu tidak lagi melakukan tugasnya karena di bayar, tetapi dengan sukarela tanpa upah. Sekolah-sekolah itu berkembang untuk tiga tahun berikutnya.
Pada suatu hari Raikes mengundang John Wesley seorang pekabar injil ternama, untuk mengunjungi salah satu “sekolah di dalam dapur” itu, Wesley melihat-lihat sekeliling dapur yang penuh dengan anak-anak dari kaum miskin, yang sudah bekerja keras pada masa mudanya, ia mengangguk-anggukkan kepalanya dengan puas. Mungkin “katanya sambil berpikir”, munkin Tuhan mempunyai maksud yang lebih dalam bagi sekolah ini, dari pada apa yang di insafi manusia.” Kemudian John Wesley bernubuat: “siapa tahu, mungkin sekolah serupa ini pada suatu hari kelak akan menjadi sekolah pendidikan bagi orang-orang Kristen”.
Robert Raikes berterima kasih atas dorongan dari John Wesley ini. Karena ia seorang pengusaha surat kabar, ia menetapkan akan menerbitkan suatu berita mengenai pengalamannya dengan anak-anak. Pada tanggal 3 november 1783 ia membuat laporannya di surat kabar.
Sambutan masyarakat di luar dugaannya, rupa-rupanya karena perencanaannya yang begitu sederhana sehingga orang-orang diseluruh inggris mencobanya dengan hasil yang baik. Dalam jangka waktu lima tahun, sudah ada 250.000 anak-anak terdaftar dalam sekolah.
Sebagaimana gerakan-gerakan besar lainnya, “sekolah compang-camping” itu juga mendapat berbagai kritikan dari segala penjuru.
“ sekolah minggu seperti tidak dapat di tahan tetapi akan hilang dengan sendirinya”. Demikianlah yang ditulis oleh segolongan pendeta terkemuka. “mereka itu melanggar peraturan kesucian hari Tuhan!”.
Orang-orang terkenal lainya yang menyokong para pendetanya, menyerang proyek itu. Robert Raikes kaget. Satu-satunya keinginan dan tujuan Dia, tak lain untuk mengajar anak-anak yang miskin itu tentang firman Tuhan. Untuk maksud itu ia terlebih dahulu mengajar mereka menulis dan membaca, sehingga mereka dapat mengerti dan menyelidiki Alkitab sendiri.
Beberepa orang yang lebih luas pandangannya, membela usaha Robert Raikes itu. Tetapi dua pihak ini berdebat dengan perasaan benci, sehingga menyebabkan pendiri sekolah minggu sendiri pun bimbang atas kebijaksanaan percobaannya itu. Apakah dia , dengan adanya pertentangan yang hebat ini, sudah menimbulkan lebih banyak kerugian dari pada keuntungan demi kristus?
Pada suatu hari, saat Robert Raikes hampir putus asa, ia menerima panggilan untuk menghadap ratu , apakah ratu juga akan mengutuk sekolahnya juga? Dengan penuh khawatir ia pergi ke istana.
“coba ceritakan tentang sekolah-sekolahmu” demikian kata ratu Charlotte.
Setelah Raikes selesai bercerita ratu charlotte berkata ”gerakan sekolah minggu ini hal yang paling indah terjadi di negeri inggris“ Dia dengan suaminya Raja George III mengunjungi anak-anak di dapur-dapur itu. Merekapun mendirikan sekolah-sekolah minggu.
Dengan adanya pujian dari sang ratu, semua pertentangan mereda dengan sendirinya. Gerakan ini tersebar melintas samudra dan tumbuh dengan suburnya di Amerika dan Negara-negara lainya. Gereja-gereja mulai melihat kemungkinan yang ada pada gerakan itu, kemudian mengambil ahli fungsinya.
Kurang dari dua abad kemudian, sekelompok anak-anak berkumpul di dapur itu sudah berkembang menjadi suatu gerakan maha besar, dengan 60 juta anggotanya.

No comments:

Post a Comment