(by: Devina Jap)
Di sebuah Gereja, seorang Pendeta sedang berkotbah. Setelah selesai kebaktian, seorang ibu yang tua renta menghampiri dan memandangnya dengan sorot mata yang memohon. "Anak saya ingin mengetik kotbah Bapak Pendeta yang sudah saya rekam tadi, dia sangat tertarik. Bolehkah, setiap anda berkotbah, saya membawa alat perekam ini ? Setiap hari Senin saya memperoleh rekaman dan hari Sabtu saya akan mengantar ketikan ini untuk dibagikan."
"Luar biasa, ini sangat membantu saya", Pak Pendeta terkejut.
Hal ini sudah berjalan selama satu tahun, sampai saat itu Pak Pendeta tidak mengetahui siapakah anak itu, setiap kali Pak Pendeta menelepon untuk berterima kasih, jawaban selalu sama, "Marie Louise tidak bisa mengangkat telepon, ada pesan ?"
Sampai suatu saat, akhirnya Pak Pendeta diundang untuk jamuan teh oleh Marie Louise "Silakan masuk", ibunya Marie Louise mempersilakan. Terdengar suara yang menderit, seorang gadis berjalan dengan langkah yang terseret-seret ia tidak memiliki kedua lengan, ia sangat manis dan berkata,
"Inilah saya Marie Louise. Beginilah keadaan saya sejak lahir. Pada awalnya saya membenci keadaan saya dan setiap saat saya merasakan kejang-kejang di seluruh tubuh saya.
Saya tidak bisa menjalani kehidupan layaknya remaja yang lain. Saya kesakitan, hanya di tempat tidur, saya marah, saya kecewa, saya mulai gusar .... Saya berteriak .... Saya memaki-maki dan berkata dengan kasar.
Saya mulai menangis. Saya menangis histeris, bahkan saya mengutuki hari kelahiran saya. Saat itu ibu memeluk saya, setelah saya lihat wajahnya, ia menangis dan ia bernyanyi, 'Karena Tuhan ada, saya pun ada, karena Tuhan ada hari depan saya pun ada'.
Ada sentuhan saat itu dan saya mulai bersyukur dengan keadaan saya, karena TUHAN ITU HIDUP.
Betapa sakitnya kaki saya untuk mengetik namun saya lakukan ini untuk TUHAN."
Saya tidak bisa menjalani kehidupan layaknya remaja yang lain. Saya kesakitan, hanya di tempat tidur, saya marah, saya kecewa, saya mulai gusar .... Saya berteriak .... Saya memaki-maki dan berkata dengan kasar.
Saya mulai menangis. Saya menangis histeris, bahkan saya mengutuki hari kelahiran saya. Saat itu ibu memeluk saya, setelah saya lihat wajahnya, ia menangis dan ia bernyanyi, 'Karena Tuhan ada, saya pun ada, karena Tuhan ada hari depan saya pun ada'.
Ada sentuhan saat itu dan saya mulai bersyukur dengan keadaan saya, karena TUHAN ITU HIDUP.
Betapa sakitnya kaki saya untuk mengetik namun saya lakukan ini untuk TUHAN."
sumber : http://www.sumbercerita.com
No comments:
Post a Comment