Tuesday, April 27, 2010

Kantong Kosong

Anggie, Tyo, Putri! Ayo, semuanya kesini! Panggil Ayah. Ketiga anak itupun berlari mendekati ayah. Mereka melihat ayah emegang tiga lembar uang lima ribuan
“Tahukah kalian, bagaimana Ibu dan Ayag membagi-bagi uang gaji ayah?” tanya Ayah.
“Ya,” kata Anggie. “Ayah menaruh sebagian dalam amplop persepuluhan yang diambil dari gereja. Ada juga yang di masukkan ke dalam amplop persembahan. Dua amplop itu nantinya diberikan ke gereja.”
“Ayah juga menaruh uang dalam amplp lain yang ada tulisan makanan,” kata Tyo.
“Benar,” kata Putri tidak mau kalah. “Ada juga amplop untuk bensin, listrik, telpon, dan untuk di tabung.”
“Itu benar,” kata Ayah. “Semuanya sudah di atur. Namun, herannya kalian bertiga sepanjang minggu kok minta uang jajan terus. Ayah heran, apa sih yang kalian beli?”
Ketiga kakak beradik itu saling berpandangan. Mereka tidak mengerti apa maksud ayah. Apakahartinya mereka nanti tidak boleh meminta uang jajan lagi? Mereka pun mulai berpikir.
“Nah,” Kata Ayah memecah kesunyian.” Ayah akan memberikan kalian masing-masing sepuluh ribu rupiah setiap hari senin. Uang itu harus cukup untuk 1 minggu. Namun, jangan lupa menyisihkan persmbahan untuk ke Sekolah Minggu.
Anak-anak itu merasa senang. Mereka melompat kegirangan dengan muka yang penuh sukacita. Tyo menjilat bibirnya, membayangkan jajanan di warung ibu suci. Namun, Anggie kemudian tampak berpikir keras.
“Buat apa, ya uang itu?” pikir Anggie sambil mengangkat jarinya dan menempelkannyadi pelipisnya.
Lain lagi dengan putri, ia lkas ke kamarnya dan langsung memasukkan uangnya ke dalam celengannya yang berbentuk kotak. “Yah,” kata Anggie. “Bisakah Ayah menukar uangku dengan uang seribuan?”
Ayah mengangguk. Ia pun menukar uang Anggie dengan sepuluh lembar uang seribuan. Anggie kemudian menaruh dua lembar di dalam saku baju Sekolah Minggu (bukan sragam melainkan baju yang akan di kenakannya untuk pergi ke Sekolah Minggu). Ang itu untuk persmbahan, empat lembar lagi di masukkan ke dalam dompet untuk jajan, sedangkan empat lembar sisanya di masukkan ke dalam celengannya yang berbentuk ayam betina, di dekat tempat tidurnya.
Lain lagi dengan Tyo, dia berkata kepada Ayah, “Yah, aku mau menukar uang ku dengan recehan yang banyak.” Ayahnya setuju, lalu menukar auang itu dengan uang recehan. Ada yang seribuan, lima ratusan, du artusan, dan seratusan, bahkan ada dua keping uang lima puluhan. Tyo senang sekali. Ia mengocok-ngocok uang di dalam sakunya itu. Namun setiap kali ia ikut ibu ke warung ibu suci, ia selalu membeli kue atau permen.
Bagaimana dengan Putri? Ia justru ingin meminta uang kepada Tyo dan Anggi.

“Aku ‘kan menabungkan seluruh uangku,” katanya memberi alasan. “Dasar kamu pelit;” kata Tyo sambil membrikan seribu rupiah kepada putri. “Tyo, kamu nanti tidak akan punya sisa uang untuk sekolah minggu,” kata Anggie mengingatka Tyo. Tyo mengocok-ngocok uang di saku celananya lagi. Ia yakin masih punya banyak uang untuk memberi persembahan ke Sekolah Minggu nanti.
Akhirnya, hari Minggu pun tiba. Ayah, Ibu, Anggie, Tyo dan Putri bersama-sama pergi ke gereja. Ayah dan Ibu ke kebaktian, sedangkan ketiga kakak beradik itu ke Sekolah Minggu.
Ternyata perkataan Angie beberapa waktu yang lalu sungguh terjadi. Minggu pagi itu ternyata saku celana Tyo sedah kosong. Sama sekali tidak trsisa uang untuk persembahan. Tyo diam saja dengan muka yang malu-malu. Lain lagi dengan Putri, hari Sabtu kemarin ia mmecahkan celengannya dan hampir seluruh isinya di habiskan untuk membeli boneka. Yang tersisa hanya satu keping uang seratusan.
Ketika kantong persembahan di darkan di kelas sekolah minggu, Anggie memasukkan dua lembar uang ribuan yang memang sudah di siapkannya. Dengan malu-malu Putri memasukkan sisa uangnya yang seratus rupiah itu. Bagaimana dengan Tyo? Kasihan, ia tidak mempunyai uang sama sekali sehingga tidak dapat memberikan persembahan.
Keesokan harinya, Ayah memberi lagi mereka uang, masing-masing sepuluh ribu rupiah.
“Gimana ya, jika kita lebih dahulu membeli apa yang dika ingini, dan hanya memberi sisanya kepada Tuahan? “ Kata Tyo penuh perasaan.
“Mungkin kita tidak akan mempunyai gereja sama sekali,” kata Putri menyela. Minggu berikutnya Tyo dan Putri sudah menyiapkan persembahan mereka. Mereka mau memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Seperti yang telah dilakukan oleh Anggie, Tyo dan Putri belajar untuk menyimpan uang persembahan setiap minggu. Sisanya baru di belikan jajanan oleh mereka. Mereka juga ingin memberikannya yang terbaik bagi Tuhan.

No comments:

Post a Comment