Tuesday, December 20, 2011

Mengenang Natal Pertama di Negari Paman Sam

Apa yang ada di benakku saat itu di kala akan memasuki bulan Desember pertama kalinya di negeri Paman Sam yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani? Tentu merupakan sesuatu yang membuatku tak dapat menanti kira-kira bagaimana situasi dan kondisi (sikond) menjelang Natal. Bagaimana tidak? Dari Negara yang berasal dari mayoritas penduduknya adalah muslim, maka sudah sangatlah kental sekali mengenal suasana Hari Raya mereka setiap tahun, kemudian berpindah ke suatu Negara yang mayoritas berpenduduk Nasrani. 

Maka tak ayal lagi rasa keingin-tahuan pun tak dapat dibendung.Memasuki akhir bulan November 2002 saat itu, aku pun sudah menanti kira-kira bakal bagaimana suasana Natal nantinya di sana khususnya daerah di sekitar tempat tinggalku yang kebetulan saat itu apartemen di mana aku tinggal berlokasi tepat di depan jalan raya yang ditempati oleh rumah-rumah tinggal penduduk. Dimulai dari tetangga depan apartemen di mana aku tinggal, sudah mulai mendekorasi halaman rumahnya. Aku tersenyum saat membaca tulisan di depan halaman rumahnya yang bertuliskan “Happy Birthday Jesus” disertai dengan gemerlap lampu-lampu berwarna-warni yang terpajang di sekujur badan rumah. Tentu saja aku yang saat itu tinggal di apartemen hanya dapat memasang pohon Natal saja. Itu pun sudah cukup buatku apalagi sambil menggunakan ornament-ornament peninggalan almarhun Ibu suamiku. 

Meskipun aku tidak pernah mengenalnya, tetapi dari koleksi-koleksi ornament yang dimilikinya, aku dapat menilai betapa besar rasa seni yang dimilikinya. Ada yang lain, yaitu jenis pohon Natal itu sendiri, bukan imitasi seperti yang biasanya aku gunakan setiap tahun di Indonesia melainkan pohon asli. Dengan begitu aku belajar melalui suamiku, bagaimana memasang pohon tersebut agar dapat berdiri tegak. Baunya pun cukup wangi, dapat dirasakan baunya saat melintas di pohon itu.Mengetahui betapa besar keingintahuanku akan suasana Natal di sana, mengundang sang suami ingin membawaku berputar-putar ke sekeliling perumahan warga setempat. Mataku pun tak berkedip, sambil memuji tak habis-habisnya betapa indahnya rumah-rumah mereka dihiasi dengan berbagai macam dekorasi berthema Natal. 

Dia pun mengatakan itu tak seberapa. Suatu hari nanti dia akan menunjukkan tempat yang jauh lebih indah dari apa yang telah kulihat itu yang menurutnya dia merasa pasti bahwa aku akan terkagum-kagum melihat seni dekorasi mereka. Rasanya kurang pas kalau suasana Natal di negera Paman Sam itu tanpa salju. Ternyata tak lama berlangsung harapanku, di awal minggu bulan Desember tahun itu, salju turun cukup lebat sehingga aku pun tak melewatkan kesempatan untuk merasakan pertama kalinya bermain salju di depan apartemen. Suamiku pun tak melewatkan kesempatan untuk mengabadikannya dengan beberapa foto yang diambilnya. Seminggu kemudian datanglah undangan untuk menghadiri perayaan Natal di tempat di mana suamiku bekerja. Kembali aku pun sudah tak sabar untuk menghadirinya. 

Di saat hari itu tiba, kuutarakan rasa ‘excited’-ku kepada suamiku. Dia bertanya, “Why (mengapa)?” dan aku pun menjawab bahwa aku hanya ingin melihat apakah ada perbedaan dalam merayakan Natal di suatu perusahaan/tempat kerja antara di Indonesia dengan di USA. Kulihat para tamu telah memenuhi ruangan. Karena perayaan itu diadakan di sebuah restaurant, maka para undangan pun duduk berkelompok pada kursi-kursi yang telah tertata di meja-meja bundar. Acara pun dimulai dengan makan malam. Tak ada yang memimpin doa sebelum makan, maka aku pun berdoa sendiri di dalam hati. Acara berikutnya disambung dengan beberapa sambutan-sambutan pendek dan diteruskan dengan permainan. Aku tercengang!!! Rasa tercengangku pun bertambah lagi dengan berakhirnya permainan itu, maka berakhirlah acara perayaan Natal itu. Baru saja keluar ruangan, suamiku kuteror dengan begitu banyak kritikan. Hingga di dalam mobil pun hati kecil ku pun tak dapat tertahan hingga tertumpah semua kalimat yang muncul sebagai tanda tak sejalannya acara perayaan itu dengan biasanya yang aku alami di Indonesia. Suamiku pun tetap meladeniku karena aku yakin apa yang kuutarakan adalah tidak salah. 

Rasa prihatin yang dalam melihat secara langsung bagaimana mereka merayakan Natal tanpa ada sedikit ingat kepada siapa yang dituju dalam mereka merayakan Natal, hingga sampai doa makan pun tak ada yang memimpin? Tak ada doa syukur. Sampai sedangkal itukah makna Natal dalam kehidupan mereka? Aku pun tak segan-segan mengutarakan perasaan sedihku melihat hal itu kepada suamiku. Tak ada kesan Natal sama sekali sepulang dari sana. Hati gundahku pun terus bergalut. Apakah aku ditempatkan oleh-Nya di suatu tempat di mana orang-orangnya sudah teramat jauh berhubungan dengan-Nya?? Ah, ….kutepis rasa itu. Aku tak boleh menghakimi. Toh aku pun bukanlah orang sempurna juga. Aku hanya bisa berdoa di dalam hati agar Tuhan tidak menempatkan aku di tempat yang tidak benar sehingga membuatku pun menjadi jauh dari-Nya. Hati kecilku berkata, “Tidak!” dan kuaminkannya meski saat itu aku masih belum tahu apakah nantinya aku akan menemukan tempat yang aku rindukan sehingga kehidupan rohaniku pun tetap terjaga seperti saat aku berada di negeriku. Malam Natal pun tiba. 

Sepulang kebaktian di gereja, baru kurasakan suatu perbedaan yang mengingatkan aku di saat Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Sepi………lengang……..Kukatakan kepada suamiku bahwa situasi seperti itu sama halnya dengan keadaan saat Hari Idul Fitri tiba di Indonesia. Aku menanti detik-detik pukul 12 malam tiba. Rasa rindu nuansa Natal dalam hatiku tak dapat dielakkan, ingin seperti saat-saat Natal di Indonesia. Penuh renungan Natal dan hikmah Natal begitu terasa meski tak sesemarak indahnya dekorasi di Negeri Paman Sam ini, meski hanya berkidung ‘I am dreaming of a White Christmas’ karena memang di Indonesia tak akan pernah turun salju tetapi dekorasi-dekorasi Natal dan putihnya salju dapat aku rasakan bersama saudara seiman di sana, keluarga, teman-teman dan rekan-rekan sekerja seiman yang sama-sama memperingatinya. 
 
sumber: http://www.cross-written.com/cerita-natal-mengenang-natal-pertama-di-negara-paman-sam-49.html

No comments:

Post a Comment